Kamis, 08 Maret 2012

NASEHAT BAGI PEMUDA MUSLIM DAN PENUNTUT ILMU OLEH SYAIKH MUHAMMAD NASHIRUDDIN AL-ALBANI

NASIHAT BAGI PEMUDA MUSLIM DAN PENUNTUT ILMU
Oleh
Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani
Pertama-tama aku menasihatimu dan diriku agar bertakwa kpd Allah Jalla Jalaluhu, kemudian apa saja yg menjadi bagian/cabang dari ketakwaan kpd Allah Tabaarakan wa Ta’ala seperti :
[1]. Hendaklah kamu menuntut ilmu semata-mata ha krn ikhlas kpd Allah Jalla Jalaluhu, dgn tdk menginginkan dibalik itu balasan dan ucapan terima kasih. Tidak pula menginginkan agar menjadi pemimpin di majelis-majelis ilmu. Tujuan menuntut ilmu hanyalah untuk mencapai derajat yg Allah Jalla Jalaluhu telah khususkan bagi para ulama. Dalam firmanNya.
“Arti : … Allah akan meninggikan orang-orang yg beriman di antara kamu dan orang-orang yg diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat …?” [Al-Mujaadilah : 11]
[2]. Menjauhi perkara-perkara yg dpt menggelincirkanmu, yg sebagian ” Thalibul Ilmi” (para penuntut ilmu) telah terperosok dan terjatuh padanya.
Diantara perkara-perkara itu :
[a] Mereka amat cepat terkuasai oleh sifat ujub (kagum pada diri sendiri) dan terpedaya, sehingga ingin menaiki kepala mereka sendiri.
[b] Mengeluarkan fatwa untuk diri dan untuk orang lain sesuai dgn apa yg tampak menurut pandangannya, tanpa meminta bantuan (dari pendpt-pendpt) para ulama Salaf pendahulu ummat ini, yg telah meninggalkan “harta warisan” berupa ilmu yg menerangi dan menyinari dunia keilmuan Islam. (Dengan warisan) itu jika dijadikan sebagai alat bantu dalam upaya penyelesaian berbagai musibah/bencana yg bertumpuk sepanjang perjalanan zaman. Sebagai mana kita telah ikut menjalani/merasakannya, dimana sepanjang zaman itu dalam kondisi yg sangat gelap gulita.
Meminta bantuan dalam berpendpt dgn berpedoman pada perkataan dan pendpt Salaf, akan sangat membantu kita untuk menghilangkan berbagai kegelapan dan mengembalikan kita kpd sumber Islam yg murni, yaitu al-Qur’an dan as-Sunnah yg shahihah.
Sesuatu yg tdk tertutup bagi kalian bahwasan aku hidup di suatu zaman yg mana kualami pada dua perkara yg kontradiksi dan bertolak belakang, yaitu pada zaman dimana kaum muslimin, baik para syaikh maupun para penuntut ilmu, kaum awam ataupun yg memiliki ilmu, hidup dalam jurang taqlid, bukan saja pada madzhab, bahkan lebih dari itu bertaqlid pada nenek moyg mereka.
Sedangkan kami dalam upaya menghentikan sikap tersebut, mengajak manusia kpd al-Qur’an dan as-Sunnah. Demikian juga yg terjadi di berbagai negeri Islam. Ada beberapa orang tertentu yg mengupayakan seperti apa yg kami upayakan, sehingga kamipun hidup bagaikan “Ghuraba” (orang-orang asing) yg telah digambarkan oleh Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam dalam beberapa hadits beliau yg telah dimaklumi, seperti :
“Arti : Sesungguh awal mula Islam itu sebagai suatu yg asing/aneh, dan akan kembali asing sebagaimana permulaannya, maka berbahagialah bagi orang-orang yg asing”
Dalam sebagian riwayat, Nabi Shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
“Arti : Mereka (al-Ghurabaa) ialah orang-orang shaleh yg jumlah sedikit sekeliling orang banyak, yg mendurhakai mereka lebih banyak dari yg mentaati mereka” [Hadits Riwayat Ahmad]
Dalam riwayat yg lain beliau bersabda :
“Arti : Mereka orang-orang yg memperbaiki apa yg telah di rusak oleh manusia dari Sunnah-Sunnahku sepeninggalku”.
Aku katakan : “Kami telah alami zaman itu, lalu kami mulai membangun sebuah pengaruh yg baik bagi dakwah yg di lakukan oleh mereka para ghuraba, dgn tujuan mengadakan perbaikan ditengah barisan para pemuda mukmin. Sehingga kami jumpai bahwa para pemuda beristiqomah dalam kesungguhan di berbagai negeri muslim, giat dalam berpegang teguh pada al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam tatkala mengetahui keshahihannya”.
Akan tetapi kegembiraan kami terhadap kebangkitan yg kami rasakan pada tahun-tahun terakhir tdk berlangsung lama. Kita telah dikejutkan dgn terjadi sikap “berbalik”, dan perubahan yg dahsyat pada diri pemuda-pemuda itu, di sebagian negeri[1]. Sikap tersebut, hampir saja memusnahkan pengaruh dan buah yg baik sebagai hasil kebangkitan ini, apa penyebab ? Di sinilah letak sebuah pelajaran penting, penyebab ialah krn mereka tertimpa oleh perasaan ujub (membanggakan diri) dan terperdaya oleh kejelasan bahwa mereka berada di atas ilmu yg shahih. Perasaan tersebut bukan saja diseputar para pemuda muslim yg terlantar, bahkan terhadap para ulama. Perasaan itu muncul tatkala merasa bahwa mereka memilki keunggulan dgn lahir kebangkitan ini, atas para ulama, ahli ilmu dan para syaikh yg bertebaran diberbagai belahan dunia Islam.
Sebagaimana merekapun tdk mensyukuri nikmat Allah Jalla Jalaluhu yg telah memberikan Taufik dan Petunjuk kpd mereka untuk mengenal ilmu yg benar beserta adab-adabnya. Mereka tertipu oleh diri mereka sendiri dan mengira sesungguh mereka telah berada pada status kedudukan dan posisi tertentu.
Merekapun mulai mengeluarkan fatwa-fatwa yg tdk matang alias mentah, tdk berdiri diatas sebuah pemahaman yg bersumber dari al-Qur’an dan as-Sunnah. Maka tampaklah fatwa-fatwa itu dari pendpt-pendpt yg tdk matang, lalu mereka mengira bahwasa itulah ilmu yg terambil dari al-Qur’an dan as-Sunnah, maka mereka pun tersesat dgn pendpt-pendpt itu, dan juga menyesatkan banyak orang.
Suatu hal yg tdk sama bagi kalian, akibat dari itu semua muncullah sekelompok orang (”suatu jama’ah”) dibeberapa negeri Islam yg secara lantang mengkafirkan setiap jama’ah-jama’ah muslimin dgn filsafat-filsafat yg tdk dpt diungkapkan secara mendalam pada kesempatan yg secepat ini, apalagi tujuan kami pada kesempatan ini ha untuk menasehati dan mengingatkan para penuntut ilmu dan para du’at (da’i).
Oleh sebab itu saya menasehati saudara-saudara kami ahli sunnah dan ahli hadits yg berada di setiap negeri muslim, agar bersabar dalam menuntut ilmu, hendaklah tdk terperdaya oleh apa yg telah mereka capai berupa ilmu yg dimilikinya. Pada hakekat mereka hanyalah mengikuti jalan, dan tdk ha bersandar pada pemahaman-pemahaman murni mereka atau apa yg mereka sebut dgn “ijtihad mereka”.
Saya banyak mendengar pula dari saudara-saudara kami, mereka mengucapkan kalimat itu, dgn sangat mudah dan gampang tanpa memikirkan akibat : “Saya berijtihad”. Atau “Saya berpendpt begini” atau “Saya tdk berpendpt begitu”, dan ketika anda berta kpd mereka ; Kamu berijtihad berdasarkan pada apa, sehingga pendptmu begini dan begitu ? Apakah kamu bersandar pada pemahaman al-Qur’an dan sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam serta ijma’ (kesepakatan) para ulama dari kalangan Sahabat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan yg lain ? Ataukah pendptmu ini ha hawa nafsu dan pemahaman yg pendek dalam menganalisa dan beristidlal (pengambilan dalil)?. Inilah realitanya, berpendpt berdasarkan hawa nafsu, pemahaman yg kerdil dalam menganalisa dan beristidlal. Ini semua dalam keyakinanku disebabkan krn perasaan ujub, kagum pada diri sendiri dan terperdaya.
Oleh sebab itu saya jumpai di dunia Islam sebuah fenomena (gejala) yg sangat aneh, tampak pada sebagian karya-karya tulis.
Fenomena tersebut tampak dimana seorang yg tadi sebagai musuh hadits, menjadi seorang penulis dalam ilmu hadits supaya dikatakan bahwa dia memiliki karya dalam ilmu hadits. Padahal jika anda kembali melihat tulisan dalam ilmu yg mulia ini, anda akan jumpai sekedar kumpulan nukilan-nukilan dari sini dan dari sana, lalu jadilah sebuah karya tersebut. Nah apakah faktor pendorong (dalam melakukan hal ini) wahai anak muda ? Faktor pendorong ialah krn ingin tampak dan muncul di permukaan. Maka benarlah orang yg berkata.
“Perasaan cinta/senang untuk tampil akan mematahkan punggung (akan berkaibat buruk)”
Sekali lagi saya menasehati saudara-saudaraku para penuntut ilmu, agar menjauhi segala perangai yg tdk Islami, seperti perasaan terperdaya oleh apa yg telah diberikan kpd mereka berupa ilmu, dan janganlah terkalahkan oleh perasaan ujub terhadap diri sendiri.
Sebagai penutup nasehat ini hendaklah mereka menasehati manusia dgn cara yg terbaik, menghindar dari penggunaan cara-cara kaku dan keras di dalam berdakwah, krn kami berkeyakinan bahwasa Allah Jalla Jalaluhu ketika berfirman.
“Arti : Serulah manusia kejalan Rabbmu dgn hikmah dan peringatan yg baik, dan debatlah mereka dgn cara yg terbaik …” [An-Nahl : 125]
Bahwa sesungguh Allah Jalla Jalaluhu tdklah mengatakan kecuali dgn kebenaran (al-haq) itu, terasa berat oleh jiwa manusia, oleh sebab itu ia cenderung menyombongkan diri untuk menerimannya, kecuali mereka yg dikehendaki oleh Allah. Maka dari itu, jika di padukan antara berat kebenaran pada jiwa manusia plus cara dakwah yg keras lagi kaku, ini berarti menjadikan manusia semakin jauh dari panggilan dakwah, sedangkan kalian telah mengetahui sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
“Arti : Bahwasa di antara kalian ada orang-orang yg menjauhkan (manusia dari agama) ; beliau mengucapkan tiga kali”.
[Nasehat ini dinukil dari kitab “Hayat al-Albani” halaman : 452-455]
[Disalin dari Majalah : as-Salafiyah, edisi ke 5/Th 1420-1421. hal 41-48, dgn judul asli “Hukmu Fiqhil Waqi’ wa Ahammiyyatuhu”. Ashalah, diterjemahkan oleh Mubarak BM Bamuallim LC dalam Buku “Biografi Syaikh Al-Albani Mujaddid dan Ahli Hadits Abad ini” hal. 127-150 Terbitan Pustaka Imam Asy-Syafi’i.]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar